Rabu, 28 Desember 2011

Peranan Manajemen Dalam Pengelolaan SDM

Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu, dan perhatian) sedangkan kebutuhan dan keinginannya tidak terbatas. Begitu pula dengan kemampuan atau usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut sangat terbatas. Adanya keterbatasan inilah yang membuatnya bersedia bekerja, menerima tugas, dan tanggung jawab. Dengan adanya pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab ini maka terbentuklah kerja sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi.

Dalam organisasi atau perusahaan para karyawan berinteraksi untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang diinginkan tercapai. Dengan adanya asas-asas manajemen itulah terjadi keteraturan, keseimbangan dan keharmonisan dalam perusahaan.

Nah peran manajemen dalam pengelolaan SDM didasari oleh sebab-sebab penting berikut :

  1. Pekerjaan itu berat dan sulit untuk dikerjakan sendiri, sehingga diperlukan pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab dalam penyelesaiannya.
  2. Perusahaan akan dapat berhasil baik, jika manajemen diterapkan dengan baik.
  3. Manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki.
  4. Manajemen yang baik akan mengurangi pemborosan-pemborosan.
  5. Manajemen menetapkan tujuan dan usaha untuk mewujudkan dengan memanfaatkan 6M dalam proses manajemen tersebut.
  6. Manajemen perlu untuk kemajuan dan pertumbuhan.
  7. Manajemen mengakibatkan pencapaian tujuan secara teratur.
  8. Manajemen merupakan suatu pedoman pikiran dan tindakan.
  9. Manajemen selalu dibutuhkan dalam setiap kerja sama sekelompok orang.

Penilaian Komitmen Karyawan Pada PerusahaanPada artikel SDM sebelumnya pernah diulas beberapa tema mengenai komitmen karyawan pada perusahaan atau organisasi. Komitmen karyawan yang kuat merupakan dambaan perusahaan, namun komitmen karyawan tidaklah stabil, dapat naik dan turun. Untuk mengetahui seberapa kuat komitmen tersebut, Mowday seorang pakar SDM membuat beberapa pernyataan (Organizational Commitment Questionnaire) sebagai berikut: 1. I am willing to put in a great deal of effort beyond that normally expected in order to help this organization be successful. 2. I talk up to this organization to my friends as a great organization to work for. 3. I feel very little loyalty to this organization. 4. I would accept almost any type of job assignment in order ro keep working for this organization. 5. I find that my values and the organization’s values are very similar. 6. I am proud to tell others that I am part of this organization. 7. I could just as well be working for a different organization as long as the type of work was similar. 8. This organization really inspires the very best in me in the way of job performance. 9. It would be take very little change in my present circumstances to cause me to leave this organization. 10. I am extremely glad that I chose this organization to work for over others I was considering at the time I joined. 11. There’s not too much to be gained by sticking with this organization indefinitely. 12. Often, I find it difficult to agree with this organization’s policies on important matters relating to its employees. 13. I really care about the fate of this organization. 14. For me, this is the best of all possible organization for which to work. 15. Deciding to work for this organization was a definite mistake on my part. Dengan mengetahui tanggapan karyawan diharapkan dapat diketahui komitmen karyawan pada perusahaan.

Pada artikel SDM sebelumnya pernah diulas beberapa tema mengenai komitmen karyawan pada perusahaan atau organisasi. Komitmen karyawan yang kuat merupakan dambaan perusahaan, namun komitmen karyawan tidaklah stabil, dapat naik dan turun. Untuk mengetahui seberapa kuat komitmen tersebut, Mowday seorang pakar SDM membuat beberapa pernyataan (Organizational Commitment Questionnaire) sebagai berikut:

1. I am willing to put in a great deal of effort beyond that normally expected in order to help this organization be successful.
2. I talk up to this organization to my friends as a great organization to work for.
3. I feel very little loyalty to this organization.
4. I would accept almost any type of job assignment in order ro keep working for this organization.
5. I find that my values and the organization’s values are very similar.
6. I am proud to tell others that I am part of this organization.
7. I could just as well be working for a different organization as long as the type of work was similar.
8. This organization really inspires the very best in me in the way of job performance.
9. It would be take very little change in my present circumstances to cause me to leave this organization.
10. I am extremely glad that I chose this organization to work for over others I was considering at the time I joined.
11. There’s not too much to be gained by sticking with this organization indefinitely.
12. Often, I find it difficult to agree with this organization’s policies on important matters relating to its employees.
13. I really care about the fate of this organization.
14. For me, this is the best of all possible organization for which to work.
15. Deciding to work for this organization was a definite mistake on my part.



Dengan mengetahui tanggapan karyawan diharapkan dapat diketahui komitmen karyawan pada perusahaan.

Arti Komitmen Karyawan Bagi Organisasi

Mungkin pimpinan-pimpinan perusahaan sering mengucapkan kata ”Komitmen” kepada staf atau bawahannya. Sementara para bawahan mengartikan kata ”Komitmen” itu adalah loyal pada perusahaan sehingga kalau loyal atau tidak keluar dari perusahaan itu sudah komit. Ternyata pengertian seperti itu kurang tepat.


Terdapat beberapa pengertian komitmen pada organisasi dikemukakan para pakar SDM, namun yang sering dipergunakan untuk memahaminya adalah pendapat Luthans berikut:

“…organizational commitment is most often defined as :
(1) a strong desire to remain a member of a particular organization
(2) a willingness to exert high levels of effort on behalf of the organization
(3) a definite belief in, and acceptance of, the values and goals of the organization”.

Pengertian mudahnya sebagai berikut :
1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota perusahaan tertentu.
2. Kesediaan untuk berusaha meningkatkan kemampuan diri atas nama organisasi.
3. Keyakinan yang pasti dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan dari organisasi.

Nampak bahwa komitmen pada organisasi merupakan ukuran kemauan karyawan untuk tinggal atau bertahan dalam perusahaan sampai nanti. Komitmen organisasi juga mencerminkan kepercayaan karyawan pada misi dan tujuan perusahaan, kemauan untuk melakukan usaha-usaha tertentu dalam mencapai misi dan tujuan itu, dan adanya niat untuk terus bekerja pada perusahaan tersebut.

Peran Komitmen Karyawan Pada Perusahaan

Setiap perusahaan pasti berharap dan senang bila mempunyai karyawan yang mempunyai komitmen tinggi pada perusahaan. Harapan ini wajar karena terdapat pengaruh bagi aspek-aspek kerja lainnya dalam perusahaan.

Seperti yang telah diketahui diulas pada artikel manajemen sebelumnya bahwa komitmen karyawan terhadap perusahaan diasosiasikan dengan tingkat kemauan untuk berbagi dan berkorban bagi perusahaan. Dampaknya adalah para karyawan perushaaan yang paling berkomitmen akan menjadi orang yang paling tinggi memberikan usaha-usaha yang lebih besar secara sukarela bagi kemajuan perusahaan. Karyawan yang benar-benar menunjukkan komitmennya pada tujuan-tujuan dan nilai-nilai perusahaan, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berpartisipasi demi kemajuan perusahaan.

Adanya komitmen karyawan pada perusahaan membuat karyawan merasa mempunyai tanggung jawab besar dengan bersedia memberikan segala kemampuannya sehingga timbulnya rasa memiliki organisasi. Adanya adanya rasa memiliki yang kuat ini akan membuat karyawan bekerja lebih giat dan menghindari perilaku yang kurang produktif. Sementara bagi individu atau karyawan, komitmen pada perusahaan juga mempunyai dampak personal yang positif yaitu reward dan kepuasan.

Nampak bahwa komitmen pada perusahaan memiliki arti berharga baik bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri, terutama dalam mencapai tujuan yang diharapkan perusahaan dan karyawan.

Analisis Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Serta Dampaknya Terhadap Manajemen Instruksional


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Keberadaan pemimpin memegang peranan penting di dalam jalannya roda organisasi, sesuai dengan perannya sebagai penunjuk arah dan tujuan di masa depan (direct setter), agen perubahan (change agent), negosiator (spokesperson), dan sebagai pembina (coach).

Diantara gaya kepemimpinan yang ada saat ini adalah kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Dalam diskusi tentang gaya kepemimpinan, kepemimpinan transaksional selalu dikaitkan dengan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transaksional yang digambarkan sebagai kepemimpinan yang memberikan penjelasan tentang apa yang menjadi tanggung jawab atau tugas bawahan dan imbalan yang dapat mereka harapkan jika mencapai standar tertentu. Gaya kepemimpinan ini akan terbuka dalam membagikan informasi dan tanggung jawab kepada bawahan. Hal ini memang merupakan komponen penting dalam menjalankan suatu organisasi, namun kepemimpinan ini tidak cukup untuk menerangkan usaha tambahan dan kinerja bawahan yang sebetulnya dapat digali seorang pemimpin dari karyawannya, oleh karena itu diperlukan konsep lain yang mampu menerangkan usaha bawahan yang lebih dari sekedar kesepakatan tugas dan imbalan antara pimpinan dan bawahan.

Salah satu bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma-paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional yang digambarkan sebagai kepemimpinan yang membangkitkan atau memotivasi karyawan untuk dapat berkembang dan mencapai kinerja atau tingkat yang lebih tinggi lagi sehingga mampu mencapai lebih dari yang mereka perkirakan sebelumnya (beyond expectation).
Dalam bidang pendidikan, seiring dengan upaya pembaharuan yang dilakukan, bentuk kepemimpinan juga penting untuk diformulasikan. Kepemimpinan transformasional berdasarkan kekayaan konseptual melalui karisma, konsideran individual dan stimulasi intelektual, diyakini akan mampu melahirkan pemikiran-pemikiran yang mengandung jangkauan ke depan, azas kedemokrasian dan ketransparanan, yang oleh karenanya perlu diadopsi ke dalam kepemimpinan kepala sekolah, khususnya dalam rangka menunjang manajemen berbasis sekolah atau bentuk-bentuk pembaharuan pendidikan lainnya. Di Indonesia tipe kepemimpinan transformasional mulai mengemuka seiring dengan perubahan arah kebijakan dari sentralisasi ke otonomi daerah, dimana sekolah memiliki peranan yang signifikan dalam menentukan kebijakannya sendiri. Pentingnya kepemimpinan kepala sekolah dalam pengelolaan sekolah model manajemen berbasis sekolah adalah agar kepala sekolah dapat mengimplementesikan upaya-upaya pembaharuan dalam kependidikan. Tanpa dibarengi kepemimpinan kepala sekolah yang aspiratif terhadap perubahan, upaya pembaharuan pendidikan seideal apa pun yang dirancang nampaknya tidak akan membawa hasil optimal. Kepemimpinan transformasional dianggap dapat menjawab tantangan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah melalui tiga unsur yaitu karisma, konsideran individual, dan stimulasi intelektual pada diri kepala sekolah.

Era globalisasi di satu pihak dan era otonomi daerah di lain pihak penuh dengan persaingan dan tantangan, sehingga membutuhkan SDM yang berkualitas. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM. Pendidikan merupakan salah satu upaya utama untuk mengimplikasikan keinginan tersebut, namun juga memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan, yang salah satunya adalah peningkatan manajemen instruksional. Manajemen instruksional dapat dipraktekkan dalam tiga dimensi pembelajaran, yaitu perumusan misi sekolah, pengelolaan program instruksional dan penciptaan iklim sekolah. Dari ketiga dimensi tersebut, selanjutnya dijabarkan kedalam fungsi kerja manajemen instruksional. Secara singkat, fungsi kerja manajemen instruksional tersebut adalah supervisi dan evaluasi pengajaran, monitoring kemajuan siswa, proteksi jam belajar, standarisasi akademik, koordinasi kurikulum, penyediaan insentif, promosi pengembangan profesional, kehadiran, menjabarkan sasaran yang ingin dicapai sekolah, serta mengkomunikasikan standarisasi akademis.

Kepemimpinan transformasional melalui tiga unsur yaitu karisma, konsideran individual, dan stimulasi intelektual pada diri kepala sekolah dianggap mampu menjawab tantangan pelaksanaan manajemen instruksional sekolah. Karisma merupakan komponen paling penting dalam konsep kepemimpinan transformasional secara luas. Dengan karisma yang kuat, akan semakin mudah bagi seorang pemimpin untuk menanamkan pengaruh terhadap anak buah. Sebaliknya semakin lemah karisma seseorang, akan semakin sulit dalam upaya memberikan pengaruh kepada anak buah. Padahal, dalam konteks kepemimpinan, menjadi penting sekali bagi seseorang untuk menanamkan pengaruhnya terhadap orang lain. Sementara para kepala sekolah menunjukkan kuatnya kemauan untuk mendorong pemahaman terhadap pandangan orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh hormat, menyiapkan anak buah untuk siap mengorbankan diri sendiri demi kepentingan kelompok dan sebagai pemberi inspirasi, mendatangkan antusiasme, loyalitas, dan menciptakan anak buah siap mengorbankan kepentingan pribadi untuk keperluan umum yang memerlukannya. Konsideran individual, dimana di bawah kepemimpinan transformasional kepekaan terhadap perseorangan sangatlah diutamakan. Secara umum kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada elemen ini, senang memotivasi staf untuk berani mengemukakan gagasan dan pendapat serta sikap optimistik, menampakkan apresiasi terhadap hasil kerja yang bagus, mengenali kerja staf secara perseorangan, dan mencari sumber-sumber ide baru untuk staf, kepala sekolah mengetahui bawahan secara perseorangan dan meniadakan bentuk sanksi atas kesalahan mereka dalam rangka meningkatkan profesionalisasi serta menghargai pentingnya kunjungan kepala sekolah ke sekolah lain untuk mencari ide baru. Stimulasi intelektual, dimana dalam kepemimpinan transformasional seorang pemimpin akan melakukan stimulasi-stimulasi intelektual. Elemen kepemimpinan ini dapat dilihat antara lain dalam kemampuan kepala sekolah mendorong staf untuk selalu mengevaluasi kerja mereka dan selalu memikirkan isu lama dengan cara baru, mengembangkan wacana fleksibilitas dalam pekerjaan yang memberikan kebebasan kepada bawahan dan mendorong adanya kebiasaan mencoba sesuatu yang baru sebagai aktivitas pengembangan kreativitas diri.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP MANAJEMEN INSTRUKSIONAL”. Penelitian ini difokuskan pada elemen kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang mempengaruhi manajemen instruksional di sekolah. Penelitian semacam ini dianggap penting dilakukan pada saat ini dalam rangka mencari alternatif bentuk kepemimpinan di sekolah, dimana kepemimpinan di tingkat sekolah, yang dapat dinilai dari kinerja kepala sekolah, merupakan posisi yang strategis dalam keorganisasian sekolah, khususnya dalam rangka pelaksanaan manajemen berbasiskan sekolah.

Dua model yang dieksplorasi dalam penelitian ini adalah kepemimpinan transformasional dan manajemen instruksional. Karakteristik dari pengelolaan sekolah yang diformulasikan sebagai manajemen instruksional digunakan sebagai titik tolak pengenalan terhadap kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam pengelolaan sumberdaya dan proses belajar mengajar di sekolah.

Kompensasi dan Komitmen Karyawan

Sumber daya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka organisasi harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki secara optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh organisasi untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan memberikan kompensasi yang memuaskan. Dengan memberikan kompensasi, organisasi dapat meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan.
Pentingnya kompensasi sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan karyawan mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan barangkali merupakan sesuatu yang sangat khas dalam industri. Tetapi pada dasarnya adanya dugaan adanya ketidakadilan dalam memberikan upah maupun gaji merupakan sumber ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan semangat rendah dari karyawan itu sendiri.

Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga penting bagi organisasi, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia yang dimilikinya atau dengan kata lain, agar karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen yang tinggi pada organisasi.

Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli perilaku menunjukkan bahwa faktor utama ketidakpuasan kerja karyawan adalah kompensasi yang tidak sesuai dengan harapan karyawan. Disamping itu adanya ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima dapat menimbulkan perilaku negatif karyawan terhadap organisasi, yaitu menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi.

Kondisi ini menuntut suatu organisasi untuk mengembangkan performanya, dan hal itu harus didukung pula oleh karyawan yang profesional dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka pemberian kompensasi yang memuaskan dapat mengurangi timbulnya turnover dan absenteeisme. Dengan meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi dan melibatkan karyawan dalam kegiatan organisasi, maka hal ini akan dapat mengurangi adanya turnover dan absenteeisme.

Efek lain dari ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi adalah dampak psikologis yang dialami oleh karyawan yang ingin pindah dari organisasi. Keinginan tersebut tentunya tidak mudah untuk diwujudkan mengingat berbagai kondisi yang tidak atau kurang memungkinkan bagi karyawan untuk pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, misalnya kondisi persaingan di pasar tenaga kerja yang semakin ketat, birokrasi serta aturan internal yang ada di dalam perusahaan itu sendiri. Akhirnya bentuk ketidakmampuan mereka untuk keluar tersebut diwujudkan dengan tidak peduli terhadap pekerjaan mereka serta tidak merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan organisasi atau dengan kata lain, mempunyai komitmen yang rendah terhadap organisasi.

Hal ini tentu saja membawa dampak yang sangat tidak menguntungkan bagi perusahaan karena karyawan yang mempunyai komitmen yang rendah akan menghasilkan prestasi kerja dan produktivitas yang rendah pula. Kondisi karyawan yang seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dengan komitmen yang rendah, karyawan tidak bisa mencurahkan seluruh jiwa, perasaan dan waktu mereka untuk kemajuan organisasi yang pada akhirnya akan menyebabkan organisasi kehilangan daya saingnya. Oleh karena itu sikap karyawan atas kepuasan kerja dan komitmen pada organisasi telah menjadi kepentingan yang mendesak bagi ahli-ahli psikologis industri dan manajemen sumber daya manusia karena hal itu membawa dampak bagi perilaku karyawan pada organisasi.
Komitmen organisasi berkaitan dengan identifikasi dan loyallitas karyawan pada orgasnisasi dan tujuan-tujuannya. Kompensasi seringkali harus membuat organisasi harus introspeksi apalagi bila hal tersebut berakibat banyak karyawan yang mempunyai sikap tidak peduli lagi dengan masa depan organisasi serta tidak peduli lagi dengan lingkungan tempat kerjanya. Apabila hal tersebut dibiarkan terus berlanjut, tidak mustahil terjadi turnover yang tinggi sehingga organisasi harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk merekrut karyawan baru serta mentraining mereka. Salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan pemberian kompensasi yang dapat memuaskan para karyawan, sehingga tercipta komitmen organisasi yang tinggi pada karyawan

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Budaya organisasi dapat membantu kinerja karyawan, karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi karyawan untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh organisasinya. Menurut Barney dalam Lado & Wilson 1994, nilai-nilai yang dianut bersama membuat karyawan merasa nyaman bekerja, memiliki komitmen dan kesetiaan serta membuat karyawan berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasaaan kerja karyawan berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja karyawan serta mempertahankan keunggulan kompetitif.

Dalam rangka mewujudkan budaya organisasi yang cocok diterapkan pada sebuah organisasi, maka diperlukan adanya dukungan dan partisipasi dari semua anggota yang ada dalam lingkup organisasi tersebut. Para karyawan membentuk persepsi keseluruhan berdasarkan karakteristik budaya organisasi yang antara lain meliputi inovasi, kemantapan, kepedulian, orientasi hasil, perilaku pemimpin, orientasi tim, karakteristik tersebut terdapat dalam sebuah organisasi atau perusahaan mereka. Persepsi karyawan mengenai kenyataan terhadap budaya organisasinya menjadi dasar karyawan berperilaku. Dari persepsi tersebut memunculkan suatu tanggapan berupa dukungan pada karakrteristik organisasi yang selanjutnya mempengaruhi kinerja karyawan ( Robbins; 1996).

Untuk mengetahui seberapa baik kinerja karyawan apakah telah sesuai dengan budaya organisasi maka perlu diadakan penilaian kinerja. Adapun tujuan­-tujuan dari program penilaian kinerja menurut Oberg (1998) yaitu mendorong atau menolong para supervisor untuk mengamati bawahannya secara lebih dekat untuk melakukan pekerjaan secara lebih baik. Memotivasi para karyawan dengan memberikan umpan balik tentang bagaimana cara mereka bekerja. Memberikan dukungan untuk pembuatan keputusan bagi pimpinan yang berhubungan dengan peningkatan, pemindahan dan pemecahan. Beberapa masalah nyata dari sistem penilaian kinerja sehingga belum berjalan sebagaimana mestinya berkaitan dengan: kurangnya kesepakatan tentang aspek-aspek kinerja yang akan diukur, tidak realistisnya harapan yang diukur menjadi tujuan dan dapat dihitung, dan kegagalan menggunakan hasil penilaian sebagai dasar penting pembuatan keputusan bagi pengembangan sumber daya mamisia.

Menurut Schein (1996) kegagalan yang paling mencolok dari sistem penilaian kinerja adalah karena sistem yang sangat sederhana tidak mengakui realitas pekerjaan dan budaya organisasi. Seharusnya, penilaian kinerja dikaitkan dengan budaya organisasi sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan seberapa baik karyawan berkinerja sesuai dengan budaya organisasi. Sistem penilaian kinerja dapat membantu menemukan dan merumuskan aspek-aspek penting dari budaya dengan spesifikasi perilaku dan kompetensi yang dieprhikan untuk menyumbang keberhasilan organisasi, unit, kelompok, atau posisi. Jadi, sistem penilaian yang baik seharusnya digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan, mempengaruhi dan memperkuat budaya organisasi.